Ponorogo – jatimsatu.com - Sebuah kisah menarik datang dari sebuah apotek di Kecamatan Sambit, Ponorogo. Seorang karyawan, sebut saja DAF, yang memutuskan untuk mundur dari pekerjaannya karena merasa kurang nyaman, justru harus menghadapi tuntutan denda dari pihak tempatnya bekerja.
DAF, warga Desa Sambilawang, Kecamatan Bungkal, sebelumnya bekerja di Apotek Sehat Makmur sejak 1 Agustus 2024 dengan kontrak kerja selama dua tahun. Namun, sebelum masa kontrak berakhir, ia memutuskan untuk mengundurkan diri. Masalah muncul saat pihak apotek menagih denda sebesar Rp5 juta, merujuk pada perjanjian kerja yang menyebutkan kewajiban membayar denda jika mengundurkan diri sebelum dua tahun.
“Memang ada klausul itu, tapi nilai denda dan isi kontraknya tidak adil dan tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan,” ujar Surya Alam, SH, MH, kuasa hukum DAF. Ia juga menyebut bahwa kliennya hanya menerima gaji Rp800 ribu per bulan, jauh di bawah UMK Ponorogo yang mencapai lebih dari Rp2 juta.
Tak hanya itu, saat Hari Raya Idulfitri, DAF hanya menerima THR sebesar Rp500 ribu—alasan yang diberikan, “sesuai kemampuan apotek.” Situasi ini sempat memanas hingga akhirnya sampai ke Polsek Sambit.
Beruntung, proses mediasi berjalan lancar. Pihak apotek yang sebelumnya mengajukan tuntutan akhirnya memilih jalur damai.
“Alhamdulillah, mediasi berjalan baik. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan persoalan ini secara kekeluargaan,” kata Kanitreskrim Polsek Sambit, Ipda M. Khudori, S.Pd.I.
Pihak apotek hanya meminta satu hal: seragam kerja dikembalikan. DAF pun memenuhi permintaan itu tanpa keberatan. Tak ada dendam, tak ada sanksi lanjutan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa hubungan kerja tak hanya soal hitam di atas putih, tapi juga soal keadilan, empati, dan komunikasi yang sehat. Semoga ke depannya, tak ada lagi kisah serupa di mana pekerja kecil harus menanggung beban di luar kemampuannya.(abw)
Posting Komentar