Nusakambangan Panen Perdana: Harapan Baru dari Lumbung Ketahanan Pangan dan Asa Warga Binaan

Nusakambangan – jatimsatu.com - Di balik citranya sebagai pulau penjara, Nusakambangan kini menorehkan cerita baru: dari lahan yang sunyi, tumbuh harapan-harapan hijau. Kamis (17/4), Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, memimpin panen perdana hasil program ketahanan pangan yang tengah digalakkan di sana.

"Alhamdulillah, hasil panen ini mulai mampu menopang kebutuhan makan di lapas-lapas Nusakambangan, bahkan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat umum," ujar Menteri Agus sambil memanen padi di Lapas Terbuka Nusakambangan.

Panen tak berhenti di sawah. Ladang jagung seluas 6,2 hektar di Lapas Gladakan menjadi destinasi berikutnya. Jagung hibrida yang dipanen tak hanya untuk konsumsi, tapi juga menjadi pakan ayam petelur yang menghasilkan lebih dari 1.400 butir telur setiap hari. Sayur mayur seperti cabai, tomat, terong, dan timun turut memperkaya hasil bumi pulau ini.

Tak hanya pertanian, Nusakambangan juga aktif mengembangkan peternakan kambing, kerbau, ayam, hingga budidaya ikan. Tak ketinggalan, persiapan budidaya udang vaname di lahan 61,5 hektar di dua titik, Bantar Panjang dan Pasir Putih, tengah berlangsung.

"Total ada 167,194 hektar lahan yang sedang kami optimalkan. Nusakambangan kami bangun sebagai lumbung ketahanan pangan nasional," terang Agus.

Namun, lebih dari sekadar hasil panen, Menteri Agus menekankan pentingnya sisi pembinaan. Program ini memberi ruang bagi warga binaan yang tengah menjalani program asimilasi untuk turut serta.

"Saya senang sekali. Dapat ilmu pertanian, dapat pengalaman, bahkan dapat penghasilan. Saya jadi punya cita-cita bertani setelah bebas nanti," ujar salah satu warga binaan dengan penuh semangat.

Saat ini, sekitar 200 warga binaan terlibat dalam program ini, semuanya telah melalui proses seleksi ketat oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Mereka tidak hanya bekerja, tapi juga dilatih keterampilan sebagai bekal kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Guna mendukung program ini, infrastruktur dan fasilitas terus dibangun: dari fasilitas FABA (Fly Ash and Bottom Ash), Balai Latihan Kerja (BLK), hingga jalan sepanjang 11 kilometer. Program ini juga tak lepas dari kolaborasi berbagai pihak—BRI, PLTU, perusahaan swasta, yayasan, hingga NGO turut ambil bagian.

Kegiatan diakhiri dengan peresmian Training Center hasil kolaborasi dengan Yayasan Penerima Internasional Indonesia (YPII), yang akan menjadi pusat pelatihan bagi pegawai pemasyarakatan.

Pulau yang dulu identik dengan tembok tinggi dan jeruji besi, kini perlahan berubah menjadi simbol harapan—bukan hanya bagi ketahanan pangan negeri, tetapi juga untuk masa depan yang lebih baik bagi mereka yang ingin menebus masa lalu.(abw)

0/Post a Comment/Comments

Dibaca